(Dibalik
Pembangunan
Benteng Keraton Wolio Buton)
A. Pendahuluan.
“Meskipun
terletak di alur pelayaran utara ke Maluku, tetapi Kepulauan dan
Kesultanan
Buton tidak dianggap terlalu penting oleh syarikat dagang Belanda itu
“di mana
tak ada sesuatu, orang tak dapat mengambil sesuatu” (Kielstra 1910:309;
Ligtvoet 1878). Demikian laporan laksamana Belanda Van der Haghen pada
tahun
1615, merujuk pada keadaan wilayah yang terkenal miskin itu. Sebuah
kesultanan
di Bau-Bau mulai dicatat sejak penaklukan wilayah dan pemaksaan
penerimaan
agama Islam oleh Raja Ternate Baabullah pada akhir abad ke-16. Sejak
itu, Buton
dianggap sebahagian daripada kerajaan Maluku.”.
Kutipan
paragraf dari sebuah
catatan Belanda yang menggambarkan keadaan Kesultanan Buton Pada awal
abad
ke-16, yang kemudian menimbulkan pertanyaan, benarkah semua itu?
B. Buton Kesultanan yang
miskin
Kedatangan bangsa Belanda untuk
pertamakalinya di Nusantara dimulai sejak awal abad ke-16. Demi
menancapkan
kekuasaan dagangnya di Nusantara, pemerintah Belanda mengadakan
perjanjian
persahabatan pada kerajaan-kerajaan lokal
untuk mendukung keinginannya menguasai perdagangan di nusantara. Kontrak
resmi
yang pertama antara VOC dengan Kesultanan Buton disepakati pada awal
tahun 1613
ketika seorang kakitangan kompeni, Appollonius Scotte, mengadakan
perjanjian
persahabatan dengan pihak berkuasa setempat. Ternyata kedatangan
kekuatan laut
asing itu telah digunakan Sultan Buton untuk mencari bantuan menghadapi
aspirasi
peluasan daripada Makassar-Gowa.
“Pada tahun 1615, garnisun
Belanda dipulangkan, kerana “persahabatan dan perkongsian dengan Raja
Buton tak
terlalu penting bagi kita […]; dari sana tak pernah dapat diharapkan
keuntungan” (Kielstra 1910:309). Demikian bunyi alasan Laksamana Van der
Haghen. Pada tahun-tahun berikutnya, Buton hanya dikenali sebagai antara
sumber
pembekalan budak yang pada masa itu menjadi “komoditi dagang” yang
sangat
penting”.
Apa yang terjadi dengan
kerajaan
Buton saat itu?, mengapa Buton tidak dianggap penting, dan justru
dianggap
sebagai pemasok Budak sebagai komuniti dagang. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut,
kita dapat melihat dinamika politik yang terjadi pada akhir abad ke-15
sampai
Kedatangan VOC awal abad ke-16.
1.
Masa Kejayaan
Kesultanan Ternate
Sejarah
Kesultanan Buton tidak akan terlepas dari keberadaan Kerajaan
tetangganya
seperti Kesultanan Ternate dan Gowa. Saat Ternate dipimpin oleh sultan
Baabulah
Datu Syah (1570-1583), Ternate berhasil mengusir penjajah portugis pada
tahun
1575, dimana saat itu VOC baru menginjakan kakinya di nusantara. Dibawah
kepemimpinan Sultan Baabullah, Kekuatan armada perang Kesultanan Ternate
begitu
menakutkan bagi kerajaan-kerajaan disekitarnya dan juga pada saat itulah
kesultanan Ternate berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Kesuksesan
Sultan Baabullah ini, menjadikan dirinya
sebagai sultan yang berjulukan penguasa 72 pulau/negeri. Pada masa
kejayaan
Sultan Baabulah Datu Syah, kesultanan Ternate berambisi memperluas
wilayah
kekuasaannya dengan dalil penyebaran agama Islam. Ekspansi kesultanan
Ternate
ini menjadi ancaman bagi kerajaan-kerajaan disekitarnya, termasuk Buton,
Selayar dan Gowa. Terbukti
pada
tahun 1580, pasukan ternate mengekspansi Kesultanan Buton.
2.
Masa
Kejayaan
Kesultanan Gowa
Sepeninggal
Sultan Baabulah, Ternate mengalami masa kemunduran. Kemunduran
kesultanan
Ternate ini berbanding terbalik dengan Kerajaan Gowa yang mulai
mengalami
puncak kejayaannya. Kerajaan Gowa-pun mulai melakukan ekspansi
kewilayah-wilayah kerajaan sekitar Gowa seperti Bone, Luwu, termasuk
Selayar
Ternate dan Buton. Tercatat pada tahun
1624 dan tahun 1630 Kerajaan Gowa menyerang Buton dan berhasil Menduduki
kerajaan Muna yang merupakan Salah Satu Barata Kesultanan Buton,
kemudiaan
ditahun 1666 kerajaan Gowa lagi melakukan Penyerangan Terhadap
Kesultanan Buton.
3.
Pembangunan Benteng
Keraton Wolio Buton
dan Benteng Pendukung
Pada
masa Kejayaan Kesultanan Ternate yang dipimpin Sultan Baabulah, Kekuatan
Armada
perang Ternate menjadi ancaman Bagi Kesultanan Buton. Buton yang saat
itu di
pimpin Sultan Ke-3
La Sangaji (1566-1570
M) merasa terancam atas kekuatan pasukan
Ternate, sehingga demi menyelamatkan Keberadaan Kesultanan Buton,
akhirnya memaksa
Sultan bersama rakyatnya mengorbankan harta dan tenaga mendirikan
benteng
Keraton Wolio di Buton (baubau) dan beberapa benteng pendukung diwilayah
kerajaan
barata kesultanan buton yaitu benteng liya di kaledupa (Wakatobi),
benteng lipu
di kulisusu (Buton Utara), benteng wara
di muna dan Benteng Tiworo yang selalu siap melindungi benteng Keraton
Wolio
demi menjaga eksistensi Kesultanan Buton. pembangunan benteng terus
berlanjut
melewati tiga masa kesultanan. Meskipun begitu, armada Ternate yang
sangat kuat
akhirnya berhasil menduduki sebagian wilayah Kesultanan Buton di wilayah
Muna
(Pansiano) pada 1580.
Benteng
tersebut juga melidungi Kesultanan Buton pada masa ekspansi kerajaan
Gowa
sampai paertengahan abad 16.
Dari ketiga peristiwa sejarah
tersebut, dapat dilihat penilaian bangsa belanda terhadap kesultanan
Buton yang
menurut mereka begitu miskin. Pada awal kedatangan VOC, Kesultanan Buton
tengah
melakukan pembangunan pertahanan berupa benteng-benteng yang dilengkapi
dengan
ratusan meriam yang berasal dari eropa. Ribuan rakyat Buton dikerahkan
untuk
bahu membahu membangun Benteng-Benteng yang begitu luas dan kokoh.
Benteng yang
berbahan dasar batu cadas dengan perekat menggunakan kapur dan putih
telur itu dibangun mengelilingi kompleks Wolio yang
menjadi Pusat pemerintahan Kesultanan Buton juga beberapa benteng yang
melindungi pulau Buton yaitu pulau dimana Pusat Kesultanan Buton Berada.
Begitu
besarnya harta dan tenaga yang dikorbankan rakyat dan kesultanan Buton
demi menjaga ekspansi kerajaan ternate
dan juga kerajaan Gowa, yang kemudian hari juga melindungi Kesultanan
Buton dari serangan VOC dan
beberapa aksi makar.
Keberadaan
dan Kekuatan Pasukan Kesultanan
Ternate dan Kerajaan Gowa acapkali mengancam kedaulatan Kesultanan Buton
yang
masing-masing ingin merebut kekuasaan terhadap Kesultanan Buton yang
terkenal
dengan wilayahnya yang sangat strategis itu. Pembangunan benteng-benteng
pertahanan dan peperangan yang terus terjadi sampai abad ke-18
menyebabkan
Kesultanan buton banyak menghabiskan biaya hanya untuk pertahanan.
Tercatat
500-an kapal perang dan ratusan benteng pertahanan telah dibangun dan
ribuan
meriam serta ratusan ribu pasukan dimiliki oleh kesultanan Buton.
Keberadaan pusat pemerintahan
kesultanan Buton yang dikelilingi oleh benteng Keraton Wolio dimana Pembangunannya
dirampungkan
pada tahun 1634 oleh Sultan Buton ke-6, La Buke yang diarsiteki oleh
Mawaponda memiliki
Tembok dengan keliling sepanjang 2.740 meter, membentuk huruf “dal” dan
melindungi
area seluas 401.900 meter persegi. Tembok benteng yang memiliki
ketebalan 1-2
meter dan ketinggian antara 2-8 meter, dilengkapi dengan 16 bastion dan
12
pintu gerbang serta puluhan meriam yang menghadap kesegala penjuruh.
Benteng yang sekarang lebih dikenal dengan Benteng Keraton Buton dan
merupakan
benteng terluas di dunia merupakan hasil karya rakyat Buton demi
melindungi
Negrinya. Keberadaaan Benteng keraton Wolio dan benteng-benteng
penyanggahnya yang mulai
dibangun pada akhir abad ke-16, beberapa kali menyelamatkan pemerintahan
kesultanan Buton pada serangan Kesultanan Ternate (1580), Kerajaan Gowa
(1624,1630 dan 1666) Kerajaan Seram-Papua (1796) dan serangan VOC
(1637-1638,1752
dan 1755-1776) selain serangan dari luar, kesultanan Buton juga berhasil
terhindar
dari serangan atas aksi makar yang dilakukan oleh kerajaan Kulisusu
(1791),
makar Kerajaan Wawonii (1796) dan makar kerajaan Muna (1816-1824).
Gambaran Kesultanan Buton oleh
belanda pada awal kedatangannya di Nusantara dimana pada saat itu Buton
baru
saja menghadapi peperangan dengan Kerajaan Ternate yang telah berhasil
menduduki wilayah kerajaan Muna (pansiano) pada akhirnya menyebabkan
penilaian
yang menganggap bahwa Kesultanan Buton merupakan Bagian dari Wilayah
Ternate
(maluku) dengan penduduk yang begitu miskin. Penilaian inipulalah yang
menyebabkan pada draft parjanjian Bungaya 1667 menyebutkan bahwa
kerajaan Gowa
harus mengembalikan Muna (pansiano) kewilayah Kerajaan Ternate yang
kemudian
hari ditentang oleh Kesultanan Buton dan akhirnya Muna (Pansiano)
kembali
kepangkuan Kesultanan Buton. Oleh karena itu, benarkah Buton adalah
Kesultanan
yang miskin dalam arti yang sesungguhnya?
C.
Penutup
Penilaian VOC terhadap
kesultanan
Buton yang miskin dan menjadikan Buton sebagai daerah penghasil budak
adalah
sejarah yang menggambarkan kerasnya perjuangan rakyat Buton menghadapi
persaingan untuk mempertahankan Kedaulan Negerinya. Namun kemiskinan dan
pengorbanan Rakyat Buton bukanlah tanpa hasil. Berdirinya Benteng
Keraton Wolio
Buton, dan empat benteng diwilayah Barata yaitu Benteng Liya Kaledupa,
Benteng
Tiworo, Benteng Muna dan Benteng Kulisusu serta ratusan benteng
pendukung
lainnya yang tersebar diwilayah Kesultanan Buton, akhirnya terbayar
dengan
tetap eksis dan berjayanya Kesultanan Buton sampai abad Ke-19, dibanding
kerajaan tetangganya yang pada akhirnya hidup dalam keadaan dijajah.
Makassar
4 Desember 2010
Oleh
Rusman Bahar LM
Referensi
·
Willard
A. Hanna & Des Alwi “ternate dan tidore, masah lalu penuh
gejolak”pustaka
sinar harapan jakarta 1996.
·
Horst
h. Liebner, Sebuah Manuskrip Belanda Mengenai Kemalangan Armada VOC di
Pulau
Kabaena, Mac-Mei 1650, masyarakat pernaskahan Nusantara,2007
·
Suryadi,
Warkah-Warkah Sultan Buton Muhyiuddin Abdul Gafur kepada Kompeni
Belanda,
Koleksi Universiteitsbibliotheek Leiden, Masyarakat pernaskahan
nusantara 2005
·
Tentang
Makassar, http://makassarkota.go.id/